Admin DPRD

Komisi D Segera Sidak dan Panggil PT. PMP

Jember, Komisi D DPRD Kabupaten Jember menerima belasan eks buruh perusahaan cerutu naungan PT. Penanganan Masalah Properti (PMP) dalam Rapat Dengar Pendapat yang digelar, Senin (28/11/2022). Dua anggota Komisi D mendengar keluhannya terkait polemik Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), iuran Serikat Pekerja dan hak pekerja lainnya yang didampingi oleh pihak ormas Rumah Aspirasi Jember atau RAJE.

Usai mendengar keluh kesah para pekerja, Sekretaris Komisi D Edy Cahyo Purnomo, S.Sos atau akrab dipanggil Ipung, berjanji segera memanggil perusahaan pihak PT. Penyelesaian Masalah Properti (PT. PMP) untuk menyelesaikan hak karyawannya tersebut. “Persoalan buruh merupakan persoalan panjang dari tahun ke tahun, untuk itu fasilitasi pertemuan yang mendapat advokasi dan pendampingan dari Rumah aspirasi Jember (Raje). Sekitar 546 buruh PT. PMP yang merupakan perusahaan eks Bobbin PTPN. X di PHK secara sepihak,” katanya. Lanjut Ipung, secara regulasi, 14 hari sebelum pelaksanaan PHK, harusnya perusahaan melakukan pemberitahuan atau sosialisasi ke pekerja.”Jadi prosedurnya bukan sekarang pekerja mendapat undangan sosialisasi PHK, langsung hari itu juga di PHK,” tuturnya.

Ironisnya, menurut Ipung para pekerja atau buruh tidak ada yang tahu telah di PHK. “Sebenarnya teman – teman buruh tidak mengetahui kalau ada pemutusan kerja. Termasuk pemberitahuan terkait adanya akuisisi perusahaan dari PTPN. X unit industri Bobbin ke PT. PMP, buruh atau pekerja harus tahu, sehingga tidak terjadi permasalahan seperti ini,” ucapnya.

Politisi PDI. Perjuangan ini juga menambahkan, pihaknya bersama jajaran Komisi D akan mengontrol dan mengawasi agar urusan buruh cepat terselesaikan. “Jika tidak terselesaikan, masalah ini akan terus berkepanjangan,” terangnya. “Dalam waktu dekat kita akan panggil perusahaan PT. PMP. Jadi pesangon untuk yang buruh yang sudah lama bekerja harus sesuai masa kerjanya, jangan disamakan dengan yang baru,” jelasnya. Ipung juga menyampaikan bahwa dinas terkait harus segera menyikapi polemik buruh ini. “Kami akan panggil dulu lalu akan sidak,” pungkasnya.

Hemi (37), eks buruh PT. PMP, warga Kelurahan Patrang Kecamatan Patrang mengaku heran terhadap PHK yang perusahaan lakukan terhadapnya. “Padahal saya tidak punya salah, dan kita di PHK waktu masih dalam kondisi kerja,” tuturnya. “Jadi sewaktu kita kerja ada pemberitahuan akan ada sosialisasi (31/08/2022), namun seketika itu juga besoknya kita langsung di PHK. Kita hanya mendapatkan uang sekitar Rp. 5 jutaan sebagai pesangon dan sisa gaji, sementara untuk JKP bulan pertama kita hanya mendapat Rp. 1,1 juta, padahal gaji kita Rp. 2,4 juta,” jelas perempuan yang sudah bekerja di perusahaan cerutu sejak 2011.

“Meski infonya ada akuisisi manajemen dari PTPN. X ke PT. PMP, petugasnya seperti tetap yang dulu. Untuk Surat Perjanjian Kerja kita tidak baca, tiba – tiba saat kerja kita disodori kertas untuk ditandatangani dan kita hanya disuruh bawa materai,” ucapnya.

Perempuan kelahiran Situbondo ini juga menceritakan, upah kerja semasa di PTPN. X, bisa mencapai Rp. 2,7 juta. “Setiap bulan kita juga membayar iuran untuk serikat pekerja sebesar Rp. 5 ribu, tapi kita tidak tahu siapa Ketua Serikat Pekerja,” terangnya.

“Saat kita di PHK, Serikat Pekerja tidak ada bersama kita untuk memperjuangkan nasib buruh yang di PHK. Jadi kita minta penjelasan kenapa kita di PHK sepihak, terus hak kita apa saja dan kejelasan iuran Serikat Pekerja,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *