Pada masa penjajahan Belanda, Pemerintah Hindia Belanda membentuk badan yang disebut dengan Volksraad sebagai badan legislatif yang dapat disamakan dengan Staten General atau parlemen di Negara Belanda. Lembaga ini dibentuk pada tahun 1918 di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum. Namun dari penelusuran dokumentasi sejarah, pada masa ini, di Kabupaten Jember belum ditemukan adanya lembaga/badan legislatif semacam ini, karena Volksraad dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda hanya di tingkat “pusat”. Keadaan seperti ini terus berlangsung hingga Belanda meninggalkan Indonesia menyusul pendudukan Jepang pada bulan Maret 1942. Lembaga legislatif yang bernama Volksraad ini bubar dengan sendirinya. Sementara itu, tentara pendudukan Jepang tidak menghendaki adanya badan – badan perwakilan rakyat. Kemudian mereka membentuk lembaga semacam ini pada September 1943, yaitu “Tyuuoo Sangi in” di tingkat pusat dan “Sangi in” di tingkat daerah, namun dalam prakteknya mereka tidak lebih sebagai dewan penasehat di mana keanggotaannya melalui pengang katan atau tidak melalui pemilihan (B.N. Marbun, 1992). Pada masa revolusi fisik pasca ke merdekaan, dengan dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Indonesia Daerah pada tanggal 23 Nopember 1945, maka KNID (kecuali untuk daerah – daerah Surakarta dan Yogyakarta) dibentuk di tingkat karesidenan, kabupaten,
kota berotonomi, dan daerah – daerah lain yang dipandang perlu oleh Menteri Dalam Negeri.
Menurut Badan Pekerja Komite Nasional Pu sat (BP KNIP), jumlah anggota KNID di tingkat karesidenan ditentukan sebanyak – banyaknya 100 orang, sedangkan untuk tiap kabupaten atau kota yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, sebanyak – banyaknya 50 orang (R. Joeniarto, 1979 : 77). Menurut penjelasan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Daerah memilih sebanyak – banyaknya 5 orang sebagai anggota badan eksekutif yang bersama – sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pemerintahan sehari – hari di daerah masing – masing. Dalam perkembangan berikutnya, Komite Nasional Daerah tingkat kawedanan dan kecamatan dibubarkan, sehingga yang ada hanya di tingkat karesidenan dan kabupaten. Sebagai badan perwakilan rakyat daerah, lembaga ini kemudian berganti nama menjadiDewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Meskipun demikian para anggota DPRD ini belum dipilih melalui pemilihan umum, melainkan melalui penunjukan atau pengangkatan. Kenyataannya, sebagian besar anggota DPRD ini berasal dari para anggota Komite Nasional Daerah yang lama (baik di tingkat karesidenan maupun kabupaten). Berdasarkan penelusuran dokumentasi, sulit ditemukan informasi tentang keberadaan Komite Nasional Daerah Kabupaten Jember. Ketidaktersediaan dokumentasi serta para pelaku sejarah yang terdiri dari para tokoh pelaku masa lalu yang berkiprah di bidang itu menjadi kendala tersendiri untuk mendeskripsikan keberadaan lembaga KNID di Kabupaten Jember dalam periode waktu itu.
Setelah Agresi Militer pertama tahun 1947, penjajah Belanda membentuk “Dewan – Dewan Perwakilan Rakyat” di tiap kabupaten dengan jalan dilaksanakan Pemilihan Umum secara demokratis. Ordonansi tanggal 13 Agustus 1948 (Staatsblad No 170) Recomba (Regeerings Commisaris Bestuur Aangelegenheden) memberi kesempatan pada rakyat di seluruh Jawa Timur melaksanakan Pemilihan Umum untuk memilih calon wakil – wakil rakyat yang sudah steril duduk dalam DPRS Kabupaten dan Kota di seluruh Jawa Timur, dan pada bulan September 1948 dilaksanakanlah Pemilhan Umum yang melahirkan terbentuknya Dewan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (Sejarah Prop. Djawa Timur). Secara kelembagaan, DPRS bentukan Belanda itu bisa terwujud diseluruh Jawa Timur yang kemudian pada tanggal 14 Oktober 1948 dilaksanakan pelantikan DPRS Kabupaten Jember. Hasil penulusuran dokumentasi arsip – arsip yang berkaitan dengan DPRS yang ada di Kabupaten Jember tidak ditemukan data tentang DPRS baik yang menyangkut bentuk organisasi, struktur, dan anggota. Hanya terdapat data bahwa pada tahun 1950 berdasarkan Keputusan DPRS Nomor: Dk.2/U/III tanggal 14 Agustus 1950 dan surat nomer Dk.6/PD.III tanggal 30 – 09 – 1950 ditunjuk beberapa orang untuk duduk dalam panitia persiapan pembentukan DPRD Sementara (DPRDS). Pada tanggal 10 Juli 1948, Pemerintah Indonesia saat itu memberlakukan Undang -undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang – undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah. Menurut pasal 2 UU ini, Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Dengan demikian, untuk pertama kalinya secara resmi istilah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dipakai sebagai badan legislatif daerah. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1948 secara jelas menentukan bahwa jumlah dan komposisi keanggotaan serta pemilihan anggota DPRD akan ditentukan berdasarkan undang-undang tersendiri. Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah kemudian memberlakukan Undang – undang Nomor 7 tahun 1950 tentang Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.